Selamat Datang di BEM FKIP Unsri

Prakata...

Assalamu'alaikum wr. wb

Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Unsri merupakan lembaga kemahasiswaan tertinggi di tataran Ormawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya. Dengan bersinergi dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa FKIP, Lembaga ini membawahi himpunan dan BO yang ada di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsri.
Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Unsri adalah lembaga organisasi kemahasiswaan intra kampus yang berdiri dalam kesatuan organisasi pemerintahan mahasiswa Fakultas.

Dengan membuka site ini, berarti anda sedang berada di kawasan bebas berpikirnya anak-anak peduli pendidikan yang berkualitas. Selamat datang, dan enjoy your surfing...!!!


"Education for all is our goal...!!!"





Salam Pendidikan...!!!




Wassalamu'alaikum wr.wb,

Sabtu, 22 Maret 2008

Kenakalan Pendidikan

Assalamu’alaikum, salam perjuangan…!!!

Satu hal yang tidak bisa kita pungkiri adalah bahwa pendidikan nasional Indonesia dalam posisi titik terendah dalam keterpurukan. Padahal semua tahu dan pasti paham bahwa pendidikan adalah titik tolak awal bagi sebuah peradaban menuju sukses. Bukanlah sebuah rahasia bahwa pendidikan adalah tonggak awal menuju perbaikan sebuah bangsa. Semua tahu itu. Tapi apa yang sebenarnya terjadi di negeri yang bahkan dalam pembukaan konstitusi dasarnya mengamanatkan pencerdasan kehidupan bangsa ini. Artinya, semua menyadari bahwa pendidikan menentukan masa depan. Tapi membuat miris justru realita paradoks yang terjadi.
Kultur Indonesia ditilik dari sejarahnya sangat memuliakan pendidikan dan pembinaan. Awal pergerakan bangsa ini menuju kedewasan dan memperoleh kemerdekaannya tentulah dimulai oleh para pionir yang sudah terdewasakan oleh pendidikan. Namun sekarang, pendidikan jadi nomor sekian dari berjuta-juta prioritas yang lain. Kenyataan bahwa banyak juga orang pintar membuat lebih menyedihkan lagi kondisi negeri ini. Bagi mereka yang pintar-pintar itu, bukannya mengembangkan dan mengamalkan ilmu nya, malah memanfaatkan ilmu tersebut sebagai wahana pembodohan bagi sebagian yang belum sampai ilmu itu kepadanya. Benarlah negeri ini tinggal menunggu waktu saja menuju kepunahan identitas nya. Orang pintar lumayan banyak juga, tapi orang yang sadar dan waras akan kepintarannya sangat minim. Belum lagi jika kita persentasikan jumlah orang-orang yang belum memperoleh pendidikan yang layak. Hhhh, rasanya ingin menangis, tapi untuk apa.
Saya katakan, saat ini pendidikan sudah nakal. Sangat nakal bahkan. Saya tidak mempunyai kewenangan mengkategorikan bahwa pendidikan Indonesia memasuki masa pancaroba destruktif. Namun kenyataan yang menjadi tantangan bagi kita semua –terkhusus bagi akademisi yang katanya berpendidikan- adalah bahwa pendidikan Indonesia tidak ada pegangan dan penopang yang jelas. Keseringan malah mengekor. Bukan menjadi trendsetter, malah menjadi follower. Sayangnya yang diekori malah sesuatu yang jauh dari hakikat pendidikan yang sebenarnya. Hiks…hiks…
Praktisi pendidikan pun juga menyesuaikan situasi. Seolah tidak mau ketinggalan berperan dalam melululantakkan pendidikan Indonesia, semua berkompetensi dan kompak ber-nakal ria. Kalau pendidikan sudah mengindikasikan kenakalannya, tidak mau kalah praktisinya pun berulah nakal. Biar balance mungkin. Kita ambil contoh di Perguruan Tinggi saja ya (ini yang kita udah pada tahu), mulai dari pengingkaran terhadap konstitusi yang menghalalkan segala cara mengegolkan pengerukan dana dari peserta didik (baca:mahasiswa). BHP, PP 77, dll. Ada lagi tentang pengajaran yang nyeleneh. Mulai dari yang paling biasa sampai yang luar biasa. Kalau di Fakultas FKIP Unsri tercinta mah banyak. Mau yang mana, tinggal pilih saja. Ada yang memindah-mindahkan jadwal dengan seenaknya (biasa). Ada lagi yang sukanya kuliah ditempat tempat yang terlarang (ngajarin bohong dong, yups). Gimana ga terlarang, sudah jelas-jelas mahasiswa reguler tidak boleh belajar di kelas ekstension (nonreguler) yang lokasinya nun jauh di Palembang, tapi tetap saja dosen yang ngelakuinnya. Ada bahkan yang karena pemikiran solutif praktisnya menugaskan peserta didik untuk kuliah di Universitas orang lain. Ada apa ini??? Tragedi lain terjadi pada dosen-dosen yang malas mengajar, ada yang satu semester Cuma 3 kali plus ngajarnya. Pertama, waktu perkenalan di hari petama. Kedua, waktu mid semester. Ketiga waktu ujian akhir. Plus kunjungan ke rumah Bapak ya. Lah, indikator penilaiannya apa dong kalau begitu. Ada yang lebih canggih lagi malah, dosen yang tidak hadir pada saat Ujian semester dan hanya memberi tugas. Eh, ternyata ada yang lebih parah, ada ujian tapi tidak jelas nilai (kasus baru-baru ini), trus ada nilai tapi tidak jelas ujiannya kapan. Wah… wah… nilai ditembak asal tebak saja. Pokoknya kalau nama mahasiswa tersebut lumayan hoki,dapat deh nilai yang lumayan. Mau bicara apalagi kalau sdah seperti ini. Mengadu??? Lah wong podo wae. Tempat kita ngadu juga begitu kelakuannya, jadi tetap kongkalingkong. Saling cari aman. Boikot, unjuk rasa??? Hehehe, kayak enggak tau ,mahasiswa sekarang saja. Opportunis dan pragmatis. Asal gue untung, asal gue enak. Walau masih bisa ditemukan beberapa dipojokan kampus mahasiswa-mahasiswa idealis, tapi seolah mereka terasing. Ada juga alasannya karena takut. Takut tidak lulus ya? Padahal, dengan begitu kita telah juga ikut berperan serta mengandaskan tiang-tiang kemajuan negeri ini. Ada lagi dosen yang paling kurang ajar, memungut dana untuk memberi nilai. Hakikat pendidikan telah dikangkangi dengan kasarnya oleh para oknum tidak bertanggung jawab tersebut. Wajar jika kemudian keluar dari Perguruan-perguruan tinggi mahasiswa-mahasiswa kelas kacangan. Shock dengan realitas masyarakat yang kompetitif, akhirnya down dan menambah daftar panjang orang-orang berpendidikan yang stress dan menjadi permanent useless people. That’s too bad.
Bukannya tidak sadar atas efek yang telah saya tuliskan sebelumnya. Tapi demi kebaikan, borok ini harus segera diobati. Minimal ada yang tahu, bahwa luka ini sudah sedemikian kronisnya dan butuh pengobatan. Jangan sampai mahasiswa juga tertular dan menularkan kelak ketika pasca kuliah. Terlebih lagi di Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan yang pasti lulusannya tetap akan bergelut dalam bidang pendidikan, jangan sampai meneruskan tradisi ini ke pewaris negeri selanjutnya. Tantangannya, beranikah dirimu menegakkan kebenaran itu meskipun pahit rasanya???

Demi kebaikan dan mencegah kebathilan, ayo suarakan kebenaran. Coz Al Jihadu Fii Sabiluna, jihad kita telah dicemari oleh oknum pendidik yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana kita mempertanggungjawabkan ilmu ini kedepannya. Saatnya sadar dan berubah, kawan.

“We are the class they couldn’t teach, coz we knew better…!!!”

Salam Perjuangan…!!!

Hidup Mahasiswa, jayalah pendidikan Indonesia…!!!
Wassalamu’alaikum.




---Rd---
06.26 am. March,17, 08
Menjelang kuliah…

Jumat, 14 Maret 2008

IWM...???

Ada sebuah kisah ironi tentang sebuah negeri pendidikan yang memperlakukan pendidikan layaknya sebuah tunggangan. Entah itu tunggangan menuju pencapaian kekuasan, pemenuhan kebutuhan finansial, atau hanya angin-anginan, yang pasti hakikat pendidikan telah dicemari. Mulianya pendidikan telah dijungkirbalikkan di negerinya sendiri. Meski warga menyadari hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Menyedihkan memang,hanya mungkin sudah takdirnya ketika sebuah tirani mencapai titik nadir berkuasa, tak akan pandang apapun jua. Bahkan pendidikan yang telah mengasuhnya dari buaian tega didurhakai. Entahlah dimana keberadaan negeri tersebut sekarang. Ada yang bilang, pulaunya tenggelam di sebuah laut yang bernama “antah berantah” lengkap bersama perangkat tiraninya.

Pernah dengar istilah IWM??? Ya, mungkin sangat familiar di telinga kita. Rasanya sudah menjadi wacana umum bahwa ada IWM di sekitar kita. Namun, apa pula IWM itu? IWM adalah singkatan dari Ikatan Wali Mahasiswa yang diinisiasi sebagai wujud representatif Ikatan para wali mahasiswa yang anak-anak nya menuntut ilmu di Fakultas tercinta kita. Ide Ikatan Wali Mahasiswa sangat brillian dan mulia tujuan awalnya yang kemudian menjadi wadah para wali untuk bersiltarurahmi (begitu istilahnya, meski cuma setahun sekali untuk rapat). Namun ketika istilah IWM bersinggungan dengan pengerukan dana, rasanya hal ini sudah keluar dari tujuan IWM yang sebenarnya.

Sejak tahun 2004, di Fakultas kita IWM kembali dimarakkan (baca: pungli pendidikan). Ada wujud konkrit awalnya. Meski salurannya masih belum jelas, realisasinya menghasilkan perpustakaan mini kita nun di ujung sana. Memang, dari segi jumlah IWM kita bukan apa-apa dibanding Fakultas yang lain, namun haruskah hal itu menjadi pembenaran atas tidak ada keluaran dana yang jelas sebagai wujud akuntabilitas dana dari para wali kita. Saya sempat takjub dengan beberapa Fakultas yang bahkan papan pengumumannya saja ada tulisan IWM F...(nama Fakultas). Jelas hasilnya. Tidak usah kita bicara tentang berapa jumlah gedung yang telah dibangun, atau AC untuk di kelas, dan berbagai kemudahan lainnya. Bukannya kita tidak ikhlas atas IWM tersebut. Dan rasanya adalah sebuah kelucuan jika hari ini masih meributkan masalah pro-kontra IWM. Toh itu sudah menjadi kesepakatan. Tapi hanya satu permintaan, tolong segera direalisasikan dan didistribusikan apa yang menjadi dari tujuan IWM itu sendiri.

Lack of facilities. Itulah gambaran Fakultas kita saat ini. Kekurangan fasilitas penunjang pendidikan. Mari kita inventaris fasilitas apa saja yang bisa FKIP andalkan untuk mewujudkan kampus intelektual berbasis penelitian dan riset sesuai dengan visi unsri yang dibedah dan dipresentasikan oleh Ibunda Rektor beberapa waktu lalu. Laboratorium-Laboratorium penelitian memang ada, namun apa sudah lumayan layak dan menunjangkah? Bahkan ada beberapa prodi yang seharusnya memiliki laboratoriumnya sendiri belum terpenuhi. Belum lagi perangkat-perangkat teknis penunjang lainnya. Sengaja dijabarkan hal ini bukan untuk mencari-cari masalah, tapi hanya mengklarifikasi bahwa banyak sekali aluran penyaluran dana IWM kita kalau pun alasannya bingung menyalurkan.

Oiya, lupa saya tentang pembahasan kesma (kesejahteraan mahasiswa). Gedung Student Center impian kita sudah lumayan lapuk tuh. Katanya IWM juga masalahnya. Kok tidak dilanjutkan? Malah dionggokan begitu saja. Bagaimana pula dengan bursa mahasiswa untuk menunjang kelancaran mahasiswa? Koperasi mahasiswa?? Pokoknya pasti banyak penyalurannya kalau memang kita beri’tikad untuk membangun Fakultas kita. Tidak harus semuanya dipenuhi, hanya kami butuh penyaluran yang jelas dan bermanfaat. Tidak sebagai tameng, tidak sebagai topeng.

Wacana menggemaskan ketika konfirmasi dilayangkan. Ternyata dana IWM kabarnya memang belum maksimal jumlahnya untuk pembangunan. Ada apa lagi ini? Dan kabarnya penyebabnya mahasiswa yang selalu menunda. Entah disengaja maupun karena memang faktor finansial. Tapi saya rasa hal ini bukanlah sebuah masalah hanya jika kita sama-sama ber-frame bahwa kita harus memajukan Fakultas kita. Dari pihak Dekanat pun rasanya ironis jika tidak bisa membantu pihak pengelola IWM serta berkoordinasi dengan perwakilan mahasiswa guna mempercepat proses iuran IWM. Hal itu bisa di deadline ulang. Bahkan mungkin dibuatlah sebuah kebijakan yang solutif. Atau bisa juga berkoordinasi dengan mahasiswa sebagai partner monitoring. Bukan begitu toh kalau katanya kita memang sebuah kesatuan keluarga?

Dari pihak mahasiswa pun pasti akan selalu mendukung demi kebaikan dan perbaikan pendidikan kita. Siapa sih yang tidak mau maju? Hanya mungkin proses “encourage” nya yang belum maksimal. Untuk itu, ayo kita maksimalkan. Mari kita sama-sama mendukung proses perbaikan pendidikan kita dengan bersatu padu, samakan persepsi dan saling konfirmasi dan komunikasi. Bukan kita tidak percaya dengan Bapanda dan Ibunda disana atas pengelolaan IWM kami, tapi memang kami butuh konfirmasi dan komunikasi atas pendistribusiannya. Karena tidak kami dapatkan dalam bentuk nyata dan konkrit. Dan tentu saja dapat dilihat mata dan bermanfaat bagi semua.

Ada sebuah anekdot yang garing ketika ada sebuah pernyataan terlontar dari mulut kita tentang perlunya akuntabilitas penyaluran dana IWM, tapi kita belum sama sekali membayar iuran IWM. Bukan menyindir, tapi demi kelancaran kita bersama dalam mewujudkan FKIP sebagai kampus yang intelektual berbasis penelitian dan riset, kita harus dukung. Dan itu artinya, saya juga harus membayar iuran IWM...
Namun, jika semua sudah bersama-sama berkontribusi. Tetapi masih terdapat indikasi kecurangan, jangan salahkan kami berontak atas hak-hak kami yang telah diinjak-injak...!!! lagi-lagi kami serukan, jangan pandang sebelah mata atas kehadiran mahasiswa. Ayo kita sama-sama bangun FKIP tercinta. Hidup FKIP...!!!


Jayalah Pendidikan Indonesia...!!!





---Rd---
March 14, 2008